Disable Copying

Thursday, February 12, 2015

Delapan Sifat Al-Muttaqin

Wisdoms of the Eight
Oleh: Maulana M. Fikri
Sumber Gambar: Google
Tahukah kalian bahwa rata-rata terjemahan Al-Qur’an yang kita pegang saat ini di Indonesia (dan juga beberapa Al-Qur’an Internasional), bukanlah terjemahan Al-Qur’an yang sebenarnya, namun merupakan tafsiran yang disetujui oleh berbagai ulama’ besar? Tafsiran yang diberikan saat ini, adalah untuk menyatukan pemahaman tentang ayat-ayat Al-Qur’an, serta menghindari tafsiran-tafsiran yang menyesatkan umat. Harus saya akui bahwa, ulama-ulama itu memiliki tujuan yang baik, terutama untuk menyatukan umat Islam yang terdiri atas berbagai aliran karena masing-masing aliran memiliki pemahamannya tersendiri terhadap agama Islam. Namun, saya juga tidak menyalahkan jika karena membaca ayat-ayat Al-Qur’an, kita dapat memiliki sudut pandang yang berbeda dari orang lain. Seperti yang saya bilang pada artikel sebelumnya, bahwa seorang individu menyimpulkan ataupun menyikapi suatu kejadian berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang telah mereka himpun. Karena itu, wajar saja jika kita memiliki opini yang berbeda-beda.

Mungkin memang sudah menjadi suratan takdir, dimana kita terpisah-pisah menjadi berbagai aliran, Bahkan agama-agama samawi sebelumnya juga memiliki nasib yang sama, terpecah-belah karena terdapat pemahaman yang berbeda terhadap agama mereka. Contohnya adalah, agama Hindu yang semula adalah satu kesatuan, lambat laun terpecah belah, hingga muncul agama Buddha sebagai pesaingnya. Nasib yang sama dialami oleh kaum Nasrani, dimana pemahaman mereka terbelah menjadi Kristen Ortodoks dan Kristen Protestan. Islam juga tak luput dari takdir ini, dimana saat ini terdiri dari berbagai aliran yang berbeda, dari NU, Muhammadiyah, Syiah serta aliran lainnya.

Memiliki dan mempelajari suatu kitab samawi adalah berkah tersendiri; namun kitab-kitab ini juga merupakan ujian bagi kita. Terpecah-belahnya umat-umat beragama, memang tak dapat dihindari, sehingga hal ini memang tidak dapat disalahkan ataupun dibebankan pada kaum tertentu. Karena dari ayat-ayat kitab samawi-lah, kita terpisah-pisah. Ayat-ayat dalam kitab samawi, terdiri dari dua jenis, yaitu ayat yang jelas dan ayat yang tidak jelas. Sikap kita terhadap ayat-ayat inilah, yang nantinya akan memilah kita menjadi golongan-golongan, dari orang yang beriman, bertakwa, munafik, bukan orang beriman serta kafir.

Melihat bahwa tafsiran Al-Qur’an, yang telah disetujui oleh ulama-ulama besar Indonesia tidak menyelesaikan masalah akan perpecahan umat Islam ini, maka saya tidak akan melarang jika diantara kita memilih aliran tersendiri, ataupun tidak memilih suatu aliran namun tetap mempelajari Al-Qur’an itu sendiri. Pada akhirnya, apapun yang kita pilih, saya harap kita dapat mempertanggungjawabkannya nanti di Hari Penghakiman.

Seandainya ada suatu hal yang saya inginkan, adalah terjemahan Al-Qur’an dikembalikan pada terjemahan sesungguhnya, bukan tafsiran atas berbagai ulama. Meskipun tafsiran itu bersifat baik, untuk meluruskan pemahaman tentang Al-Qur’an, namun tafsiran tersebut tetap bukanlah terjemahan Al-Qur’an yang sesungguhnya, bahkan dalam keadaan ekstrim, dapat mengubah ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri (dalam Bahasa Indonesia). Beruntung bahwa Al-Qur’an diberikan dalam bahasa Arab, yang entah bagaimana isi Al-Qur’an dalam bahasa Arab ini tidak berubah setelah 1400 tahun lamanya.

Semoga umat Islam terhindar atas musibah yang menimpa kaum Nasrani pada dahulu kala. Saat-saat yang dikenang sebagai “the dark age of Europe” itu berada dalam perpecahan besar. Hal ini karena, adanya pastor-pastor tertentu yang menafsir (mengubah) beberapa ayat Al-Kitab sebagai suatu bentuk pembenaran atas perbuatan mereka. Ayat-ayat yang diubah, meliputi jumlah kekayaan yang diberikan pada gereja, berbagai peraturan yang dibuat untuk melindungi diri dari hukum, serta berbagai hal lainnya. Perpecahan itu menjadi semakin besar hingga terdapat berbagai aliran yang menyatakan kebenarannya tentang Al-Kitab. Pada akhirnya, hal inilah yang membuat perpecahan antar pastor, yang kemudian memecah kaum Nasrani menjadi dua kelompok besar yaitu Kristen Ortodoks dan Kristen Protestan. Kristen Ortodoks ini adalah umat Kristen yang ingin berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran yang telah dihimpunnya selama bertahun-tahun, sedangkan Kristen Protestan adalah kaum yang tidak menyetujui ajaran-ajaran tersebut karena telah diubah oleh pastor-pastor yang tidak bertanggungjawab, sehingga memisahkan diri menjadi saingannya.

Karena banyaknya ayat-ayat yang telah diubah, maka tak heran jika kaum Nasrani pada saat itu berada dalam kekacauan. Hingga para ahli kitab, harus bersusah payah memilah mana ayat yang benar dan mana ayat yang salah, kemudian melalui persetujuan untuk membangun ulang kitab tersebut. Hal ini sebenarnya juga telah menimpa umat Islam, pada masa kegelapan Islam setelah jatuhnya Khilafah. Namun saat itu yang diubah bukanlah ayat-ayat dalam kitab Al-Qur’an, melainkan hadist-hadist Nabi, sehingga saat ini beberapa hadist masih dalam perdebatan mengenai ke-shahihannya, sehingga dibuatlah tingkat-tingkat terhadap hadist Nabi.

Karena itulah, akan lebih baik jika kita memisahkan antara tafsiran dengan terjemahan yang sebenarnya. Apa kalian tidak penasaran mengapa isi kitab Al-Qur’an tidak berubah, padahal isi kitab-kitab samawi lainnya berubah? Mengapa Qur’an tidak berubah sedikitpun, padahal hadist-hadist Nabi berubah?

“Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kamilah yang benar-benar memeliharanya (menjaganya)..”
(Surah Al-Hijr/15:9)

Apa kalian pernah membaca terjemahan Surah Al-Baqarah ayat 1 – 5? Tentu, jika kita mengambil Al-Qur’an, kebanyakan dari kita hanya melafalkan huruf Arabnya saja tetapi tidak memperhatikan arti dari ayat Al-Qur’an tersebut. Setelah melalui beberapa terjemahan web mengenai Surah Al-Baqarah ayat 1 – 5, saya menyimpulkan terjemahan sebenarnya adalah sebagai berikut:
1. Alif Laam Miim
2. Itu buku (kitab) tanpa keraguan didalamnya, bimbingan (petunjuk) bagi Al-Muttaqin.
3. Yg percaya kepada yang tak terlihat (ghaib), dan melaksanakan shalat, dan dari apa yg telah kami berikan kepada mereka, mereka keluarkan,
4. Dan mereka yang percaya kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan apa yang diturunkan sebelummu, dan (tentang) akhirat mereka yakin.
5. Mereka dalam bimbingan (petunjuk) Tuhan, dan mereka orang2 yg berhasil (berjaya).

Kalian mungkin akan merasa kaget saat pertama melihat terjemahan ini, karena ada beberapa kata yang berbeda dari terjemahan (tafsiran) Al-Qur’an pada umumnya. Saya juga memiliki alasan dan pertimbangan tersendiri terhadap terjemahan ayat-ayat ini.

Al-Qur’an, pada bagian ini menyebutkan beberapa hal, namun yang pasti mencolok adalah ciri-ciri dari Al-Muttaqin. Kebanyakan Al-Qur’an menerjemahkan kata Al-Muttaqin ini menjadi beriman atau bertakwa. Memang, kedua terjemahan ini tidaklah salah. Karena kata Al-Muttaqin sendiri memiliki makna jamak yang sangat beragam, meliputi seseorang yang berserah diri, seseorang yang takut, seseorang yang menjaga diri, seseorang yang beriman, bertawakal, dsb. Karena memiliki berbagai definisi yang tak pasti, akhirnya saya memutuskan bahwa ini adalah ciri-ciri untuk golongan tertentu, yang disebut sebagai Al-Muttaqin (tidak diterjemahkan).

Sifat Golongan Al-Muttaqin
1.   Mendapat bimbingan dari Al-Qur’an
Golongan Al-Muttaqin mendapat petunjuk dari Al-Qur’an, sehingga mereka pasti membaca dan mempelajarinya. Ini adalah sebuah syarat untuk masuk ke dalam golongan Al-Muttaqin ini.

2.   Percaya kepada yang tak terlihat (ghoib)
Hal-hal yang tak terlihat, tidak terbatas pada alam jin semata. Namun, benar-benar meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat, seperti kisah-kisah lampau, ramalan masa depan, serta kejadian-kejadian yang membutuhkan waktu berjuta, mungkin bermilyaran tahun untuk terjadi lagi (contoh: komet lovejoy). Karena sebenarnya, kebanyakan kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah hal-hal yang tak dapat kita lihat, tetapi mereka tetap mempercayainya.

3.   Melaksanakan shalat
Perintah shalat, adalah sebuah perintah untuk menyembah Tuhan, yang dikenalkan dalam Islam. Karena itu, golongan Al-Muttaqin ini termasuk umat Nabi Muhammad SAW.

4.   Mengeluarkan apapun yang diberikan kepada mereka
Banyak Al-Qur’an yang menerjemahkan (menafsirkan) bagian ini sebagai zakat. Namun, menurut saya, hal ini tidak terbatas pada zakat saja, bahkan mungkin lebih bersifat kepada sedekah. Karena itu, salah satu ciri golongan Al-Muttaqin adalah senang berbagi dengan orang lain. 

5.   Percaya kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan apa yang diturunkan sebelummu
Bagian ini cukup rumit untuk dijelaskan. Disini, golongan Al-Muttaqin percaya terhadap seluruh kitab-kitab samawi yang telah diturunkan Tuhan. Ada berbagai kemungkinan untuk menjelaskan pernyataan ini. Mungkin mereka mempelajari seluruh kitab-kitab samawi. Mungkin mereka berasal dari agama lain, yang mempelajari Al-Qur’an dan mempercayai seluruh kitab-kitab (mu’allaf). Namun, satu hal yang pasti, bahwa golongan Al-Muttaqin tidak memusuhi antar kitab samawi, namun lebih kepada memaklumi dan menerima apa adanya.

6.   Yakin akan akhirat
Sebenarnya, akhirat termasuk suatu hal yang tidak dapat kita lihat, yang seharusnya berada pada poin dua. Namun, Tuhan secara khusus menyebutkan hal ini. Mungkin karena, Tuhan ingin mengingatkan kita tentang adanya kehidupan lain selain kehidupan duniawi, yang telah dijelaskannya dalam kitab-kitab samawi sebelumnya. Hal ini juga, sebagai ujian dan petunjuk, bahwa Al-Qur’an ini adalah sama dengan kitab-kitab samawi yang telah diturunkan sebelumnya, karena kitab-kitab sebelumnya juga pasti dikabarkan mengenai akhirat.

7.    Mendapat bimbingan dari Tuhan
Ini juga adalah hal yang cukup sulit dijelaskan. Mendapat bimbingan dari Tuhan, biasanya berupa suratan takdir, karena Tuhan menginginkannya dan karena dia menginginkan Tuhan. Biasanya terjadi melalui gerakan hati, berupa suatu dorongan yang kuat, untuk melakukan sesuatu. Karena dorongan ini berupa dorongan Tuhan, maka ia akan berada di jalan yang lurus, yang penuh dengan nikmat.

8.   Mereka orang-orang yang berhasil (berjaya)
Ini adalah ciri yang paling menonjol dari golongan Al-Muttaqin, bahwa mereka adalah orang-orang yang sukses. Karena bersifat umum, maka berhasil disini meliputi keberhasilan dunia dan akhirat. Maka dari itu, golongan Al-Muttaqin ini, dalam kehidupan dunia, dapat berasal dari berbagai profesi. Dari pemilik pabrik, seorang CEO besar, ilmuwan terkenal, musisi yang melegenda. Dapat berasal dari berbagai kalangan tergantung pada berbagai bidang yang ingin ditekuni.

Hal-Hal Lain
Terdapat beberapa hal yang disebutkan dalam ayat-ayat Al-Baqarah 1 – 5 ini. Yang pertama adalah mengenai ayat pertama, yaitu Alif Laam Miim. Tiga huruf yang dibentuk untuk memulai Surah Al-Baqarah. Mengapa Tuhan memberikan ayat ini, sebagai pembuka Surah Al-Baqarah? Hal ini, masih berupa misteri yang belum terpecahkan. Namun, dalam matematika Al-Qur’an, suatu sistem telah ditemukan untuk mengurut seluruh huruf serta ayat dalam Al-Qur’an. Sehingga, jika ada suatu huruf yang menghilang, maka jejaknya dapat ditelusuri melalui mekanisme matematika. Mungkin, salah satu fungsi ayat ini adalah sebagai perisai untuk menjaga isi Al-Qur’an, jikalau ada yang ingin mengubahnya. Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa ayat pertama ini, suatu saat nanti pasti menjadi batu ujian dan berkah, bagi orang yang tidak mengerti dan orang yang mengerti.
Yang kedua, adalah bahwa Kitab ini tidak ada keraguan padanya. Hal ini mencerminkan bahwa Tuhan telah menjamin kebenaran dari isi kitab ini. Dapat ditafsirkan bahwa, apapun yang tertulis dalam kitab ini adalah kebenaran, maka sebisa mungkin jangan mengubah isi (terjemahan) dalam bentuk tafsiran, meskipun tafsiran kalian benar.

Mungkin itu adalah sedikit ilmu yang bisa saya berikan kali ini. Semoga kita semua dalam lindungan dan berkah Tuhan.

0 comments: