Disable Copying

Thursday, October 17, 2019

Pendahuluan dalam Islam

Al-Qur'an (Google Image)
Seperti yang kita semua ketahui, Islam pada masa ini terbagi-bagi menjadi berbagai aliran. Tumbuhnya aliran-aliran disebabkan oleh banyaknya kitab tafsir yang diikuti orang pada umumnya. Yang dimaksud kitab tafsir disini bisa berupa tafsiran ayat-ayat Quran maupun tafsiran dalam pembukuan hadist-hadist. Pada dasarnya, tidak ada salahnya mempelajari kitab-kitab tersebut jika hanya sekedar untuk mencari ilmu. Namun sesuatu hanya bisa disebut sebagai ilmu jika ia mengandung kebenaran, sedangkan kebanyakan dari kitab-kitab tafsir itu merupakan hasil pendapat seseorang yang bisa jadi salah.

Kelemahan dari umat Islam saat ini adalah kurangnya mereka dalam mendalami kitab agama mereka sendiri dengan alasan mereka membutuhkan acuan. Karena itu, jika hal yang mereka utarakan tidak sesuai dengan pendapat para ahli fiqih, ahli hadist, dan imam-imam terdahulu, maka mereka bisa dibilang telah berbuat kesesatan. Padahal diantara ahli-ahli tersebut, jikalau dihadapkan pada suatu persoalan, selalu ada pro dan kontra, sehingga tidak selesailah persoalan tersebut. Terdapat banyak area abu-abu dalam pelajaran hadist dan tafsir Qur’an; sehingga aku akan membawa umat untuk kembali pada sumber semua hukum yaitu Al-Qur’an.

Sebagai landasan dalam penulisan ini, aku hanya akan mengikuti sesuai ayat-ayat dalam Qur’an; sesuai dengan Surah Al-Imran ayat 7:
“Dia-lah yang menurunkan kepadamu, Buku; didalamnya terdapat ayat-ayat jelas – merekalah dasar dari Buku – dan lainnya tidak jelas. Sedangkan mereka yang dalam hatinya terdapat kesesatan, mereka akan mengikuti (ayat) yang tidak jelas; mencari pertentangan dan mencari tafsiran. Dan tidak ada yang mengetahui tafsiran tersebut kecuali Allah. Tapi mereka yang kuat dalam ilmu berkata “Kami percaya kepadanya. Semuanya berasal dari Tuhan kami.” Dan tidak ada yang akan teringat kecuali mereka yang memahami.”

Sedangkan banyak ayat lain yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang jelas, seperti:
“Ini adalah pernyataan yang jelas untuk manusia dan petunjuk dan instruksi (perintah, pengajaran, peraturan) untuk mereka yang sadar akan Allah.”  (Q.S Al-Imran ayat 138)

“Begitulah Kami membeda-bedakan ayat-ayat sehingga orang-orang yang tidak percaya akan berkata “Kamu telah belajar,” dan agar Kami membuat Qur’an jelas untuk orang-orang yang mengetahui.” (Q.S Al-An’aam ayat 105)

“Alim Laam Raa. Ini adalah ayat-ayat dari Buku yang jelas.” (Q.S Yusuf ayat 1)

“Alif Laam Raa. Ini adalah ayat-ayat dari Buku dan Qur’an yang jelas.” (Q.S Al-Hijr ayat 1)

Dari ayat-ayat diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa Qur’an adalah kitab yang jelas, meski terdapat ayat-ayat yang tidak jelas sekalipun. Tetapi, walau kamu tidak mengerti maksud dari ayat-ayat yang tidak jelas itu, kamu akan tetap mempercayainya jika kamu termasuk orang-orang yang percaya. Maka dari itu, aku akan menulis catatan berdasarkan ayat-ayat dalam Qur’an karena pada hakikatnya, Qur’an dan seluruh ayatnya itu jelas. Disini, aku tidak akan mengambil tafsiran dari orang lain, tidak akan menulis hal-hal yang tidak aku tahu dan sebisa mungkin akan mencatat sesuai dengan terjemahan aslinya.

Dan semoga yang membaca catatan ini, tidak berbuat seperti yang tertulis dalam Q.S Yunus ayat 39:
“Namun, mereka telah menolak (hal) yang tidak mereka liputi dalam ilmu dan tafsiran yang belum datang kepada mereka. Begitulah orang-orang sebelum mereka menolak. Maka perhatikanlah bagaimana akhir dari orang-orang yang berbuat salah.”

Dalam hal ini, aku akan memberi contoh. Aku yakin semua orang tahu kisah bagaimana Fir’aun pada masa Musa ditenggelamkan dan tubuhnya di selamatkan Allah dari terkubur di laut, seperti yang dikisahkan dalam Surah Yunus ayat 90-92:

“Dan Kami mengambil Bani Israel melewati laut dan Fir’aun dan pasukannya mengejar mereka dalam kekuasaan (zalim) dan permusuhan sampai, saat penenggelaman menyelimuti dia, dia berkata “Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan kecuali yang dipercayai oleh Bani Israel dan aku termasuk dari yang berserah diri (Muslim).

Sekarang? Dan kamu telah tidak menaati (melanggar) sebelumnya dan termasuk dari yang membuat kerusakan?

Maka hari ini Kami akan menyelamatkan tubuhmu agar kamu dapat menjadi, untuk orang-orang yang mewarisimu, sebuah tanda. Dan sungguh, banyak diantara manusia, mengenai tanda-tanda Kami, tidak peduli.”

Mumi dari Rameses II

Kebenaran mengenai ayat-ayat diatas hanya dapat ditelaah kebenarannya pada saat penemuan jasad Fir’aun yang ditemukan tahun 1881 (Mumi dari Rameses II) dan tahun 1898 (Mumi dari Merneptah, pewaris Ramses II). Sedangkan sebelum penemuan mumi raja-raja tersebut, bisakah kalian bayangkan bagaimana orang-orang yang memiliki penyakit hati menafsirkan ayat-ayat ini? Bahkan pada masa Imam Al-Ghazali hidup, terdapat banyak sekali orang yang mengaku ulama’ dan ustadz yang membuat-buat penafsiran yang menyesatkan. Contohnya adalah tongkat Musa di tafsirkan sebagai kebijaksanaan dan kewibawaan Musa, yang mereka artikan bahwa Musa disini tidak benar-benar membawa tongkat, namun hanya sebagai perumpamaan. Itulah yang membuat Imam Al-Ghazali menyusun Kitab Ihya’ Ulumuddin yang menjadi karya besar hingga saat ini. Maka dari itu janganlah kalian menolak ilmu yang belum kalian kuasai dan tafsiran yang belum datang kepada kalian agar kalian tidak termasuk menjadi orang-orang yang salah. 

Sedangkan mengenai hadist; banyak diantaranya terkumpul, hilang dan diubah pada masa kegelapan Islam, dimana kekhalifahan Islam runtuh. Para imam terdahulu telah berusaha mengumpulkan semua hadist yang ada dan membukukannya. Namun, maraknya hadist-hadist palsu di kalangan umat pada masa itu menimbulkan kesesatan baru, sehingga umat Islam telah terbecah-belah dalam berbagai golongan seperti yang kita lihat saat ini. Kelemahan fatal dari hadist adalah tidak bisa dibuktikan kebenarannya; lewat validasi maupun verifikasi (karena Nabi Muhammad SAW telah tiada).

Sebuah hadist tidak bisa dibuktikan kebenarannya, pun tidak bisa dibuktikan bahwa ia salah. Maka dari itu terciptalah sebuah sistem hadist yang bisa dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu hadist shahih (kuat) dan hadist dhaif (lemah). Bahkan untuk hadist yang sama, para ulama’ bisa jadi menempatkan hadist tersebut dalam golongan yang berbeda. Selain itu, permasalahan hadist juga adalah adanya pertentangan yang bertolak belakang; sesama hadist maupun dengan ayat Al-Qur’an. Sebagai contoh, ada hadist-hadist yang mendukung pembukuan Al-Qur’an dan ada juga hadist-hadist yang menolak pembukuan Al-Qur’an.  

Pada masa kegelapan Islam sangat mudah untuk membuat hadist palsu terutama karena tidak adanya pengawasan dan juga karena adanya ustadz atau ulama’ yang ingin membuat keuntungan pribadi. Jikalau kalian hafal runtutan perawi dan sanad dari sebuah hadist, maka kalian bisa membuat hadist palsu dengan mudah. Maka dari itu yang paling penting dalam membedakan itu hadist palsu atau bukan adalah dari isinya. Dari hal ini, saya mengikuti ulama’ terdahulu yang berpendapat:

“Jika suatu hadist tidak sesuai dengan Al-Qur’an, maka dia akan mati secara mat’n (isi), walaupun ia hadist shahih sekalipun. Sebaliknya, jika hadist itu sesuai dengan Al-Qur’an, maka dia akan menjadi lebih kuat, walaupun ia hadist dhaif sekalipun.”

Sekiranya begitu saya sampaikan, rangkaian penulisan catatan ini akan mengikuti dasar-dasar yang telah saya sebutkan diatas. Semoga kita semua mendapat rahmat dan petunjuk dari Allah.

0 comments: