Al-Qur'an (Google Image) |
Seperti yang kita semua
ketahui, Islam pada masa ini terbagi-bagi menjadi berbagai aliran. Tumbuhnya
aliran-aliran disebabkan oleh banyaknya kitab tafsir yang diikuti orang pada
umumnya. Yang dimaksud kitab tafsir disini bisa berupa tafsiran ayat-ayat Quran
maupun tafsiran dalam pembukuan hadist-hadist. Pada dasarnya, tidak ada
salahnya mempelajari kitab-kitab tersebut jika hanya sekedar untuk mencari
ilmu. Namun sesuatu hanya bisa disebut sebagai ilmu jika ia mengandung
kebenaran, sedangkan kebanyakan dari kitab-kitab tafsir itu merupakan hasil
pendapat seseorang yang bisa jadi salah.
Kelemahan dari umat
Islam saat ini adalah kurangnya mereka dalam mendalami kitab agama mereka
sendiri dengan alasan mereka membutuhkan acuan. Karena itu, jika hal yang
mereka utarakan tidak sesuai dengan pendapat para ahli fiqih, ahli hadist, dan
imam-imam terdahulu, maka mereka bisa dibilang telah berbuat kesesatan. Padahal
diantara ahli-ahli tersebut, jikalau dihadapkan pada suatu persoalan, selalu
ada pro dan kontra, sehingga tidak selesailah persoalan tersebut. Terdapat
banyak area abu-abu dalam pelajaran hadist dan tafsir Qur’an; sehingga aku akan
membawa umat untuk kembali pada sumber semua hukum yaitu Al-Qur’an.
Sebagai landasan dalam
penulisan ini, aku hanya akan mengikuti sesuai ayat-ayat dalam Qur’an; sesuai
dengan Surah Al-Imran ayat 7:
“Dia-lah yang menurunkan kepadamu, Buku;
didalamnya terdapat ayat-ayat jelas – merekalah dasar dari Buku – dan lainnya
tidak jelas. Sedangkan mereka yang dalam hatinya terdapat kesesatan, mereka
akan mengikuti (ayat) yang tidak jelas; mencari pertentangan dan mencari
tafsiran. Dan tidak ada yang mengetahui tafsiran tersebut kecuali Allah. Tapi
mereka yang kuat dalam ilmu berkata “Kami percaya kepadanya. Semuanya berasal
dari Tuhan kami.” Dan tidak ada yang akan teringat kecuali mereka yang
memahami.”
Sedangkan banyak ayat
lain yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang jelas, seperti:
“Ini
adalah pernyataan yang jelas untuk manusia dan petunjuk dan instruksi
(perintah, pengajaran, peraturan) untuk mereka yang sadar akan Allah.” (Q.S Al-Imran ayat 138)
“Begitulah
Kami membeda-bedakan ayat-ayat sehingga orang-orang yang tidak percaya akan
berkata “Kamu telah belajar,” dan agar Kami membuat Qur’an jelas untuk
orang-orang yang mengetahui.” (Q.S Al-An’aam ayat
105)
“Alim
Laam Raa. Ini adalah ayat-ayat dari Buku yang jelas.”
(Q.S Yusuf ayat 1)
“Alif
Laam Raa. Ini adalah ayat-ayat dari Buku dan Qur’an yang jelas.”
(Q.S Al-Hijr ayat 1)
Dari ayat-ayat diatas,
kita bisa menyimpulkan bahwa Qur’an adalah kitab yang jelas, meski terdapat
ayat-ayat yang tidak jelas sekalipun. Tetapi, walau kamu tidak mengerti maksud
dari ayat-ayat yang tidak jelas itu, kamu akan tetap mempercayainya jika kamu
termasuk orang-orang yang percaya. Maka dari itu, aku akan menulis catatan
berdasarkan ayat-ayat dalam Qur’an karena pada hakikatnya, Qur’an dan seluruh
ayatnya itu jelas. Disini, aku tidak akan mengambil tafsiran dari orang lain,
tidak akan menulis hal-hal yang tidak aku tahu dan sebisa mungkin akan mencatat
sesuai dengan terjemahan aslinya.
Dan semoga yang membaca
catatan ini, tidak berbuat seperti yang tertulis dalam Q.S Yunus ayat 39:
“Namun, mereka telah menolak (hal) yang tidak mereka liputi dalam ilmu dan tafsiran yang belum datang kepada mereka. Begitulah orang-orang sebelum mereka menolak. Maka perhatikanlah bagaimana akhir dari orang-orang yang berbuat salah.”
“Namun, mereka telah menolak (hal) yang tidak mereka liputi dalam ilmu dan tafsiran yang belum datang kepada mereka. Begitulah orang-orang sebelum mereka menolak. Maka perhatikanlah bagaimana akhir dari orang-orang yang berbuat salah.”
Dalam hal ini, aku akan
memberi contoh. Aku yakin semua orang tahu kisah bagaimana Fir’aun pada masa
Musa ditenggelamkan dan tubuhnya di selamatkan Allah dari terkubur di laut,
seperti yang dikisahkan dalam Surah Yunus ayat 90-92:
“Dan
Kami mengambil Bani Israel melewati laut dan Fir’aun dan pasukannya mengejar
mereka dalam kekuasaan (zalim) dan permusuhan
sampai, saat penenggelaman menyelimuti dia, dia berkata “Aku percaya bahwa
tidak ada Tuhan kecuali yang dipercayai oleh Bani Israel dan aku termasuk dari
yang berserah diri (Muslim).
Sekarang?
Dan kamu telah tidak menaati (melanggar) sebelumnya dan termasuk dari yang
membuat kerusakan?
Maka
hari ini Kami akan menyelamatkan tubuhmu agar kamu dapat menjadi, untuk
orang-orang yang mewarisimu, sebuah tanda. Dan sungguh, banyak diantara
manusia, mengenai tanda-tanda Kami, tidak peduli.”
Mumi dari Rameses II |
Kebenaran mengenai
ayat-ayat diatas hanya dapat ditelaah kebenarannya pada saat penemuan jasad Fir’aun
yang ditemukan tahun 1881 (Mumi dari Rameses II) dan tahun 1898 (Mumi dari
Merneptah, pewaris Ramses II). Sedangkan sebelum penemuan mumi raja-raja
tersebut, bisakah kalian bayangkan bagaimana orang-orang yang memiliki penyakit
hati menafsirkan ayat-ayat ini? Bahkan pada masa Imam Al-Ghazali hidup,
terdapat banyak sekali orang yang mengaku ulama’ dan ustadz yang membuat-buat
penafsiran yang menyesatkan. Contohnya adalah tongkat Musa di tafsirkan sebagai
kebijaksanaan dan kewibawaan Musa, yang mereka artikan bahwa Musa disini tidak
benar-benar membawa tongkat, namun hanya sebagai perumpamaan. Itulah yang
membuat Imam Al-Ghazali menyusun Kitab Ihya’ Ulumuddin yang menjadi karya besar
hingga saat ini. Maka dari itu janganlah kalian menolak ilmu yang belum kalian
kuasai dan tafsiran yang belum datang kepada kalian agar kalian tidak termasuk
menjadi orang-orang yang salah.
Sedangkan mengenai
hadist; banyak diantaranya terkumpul, hilang dan diubah pada masa kegelapan
Islam, dimana kekhalifahan Islam runtuh. Para imam terdahulu telah berusaha
mengumpulkan semua hadist yang ada dan membukukannya. Namun, maraknya
hadist-hadist palsu di kalangan umat pada masa itu menimbulkan kesesatan baru,
sehingga umat Islam telah terbecah-belah dalam berbagai golongan seperti yang
kita lihat saat ini. Kelemahan fatal dari hadist adalah tidak bisa dibuktikan
kebenarannya; lewat validasi maupun verifikasi (karena Nabi Muhammad SAW telah
tiada).
Sebuah hadist tidak
bisa dibuktikan kebenarannya, pun tidak bisa dibuktikan bahwa ia salah. Maka dari
itu terciptalah sebuah sistem hadist yang bisa dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu hadist shahih (kuat) dan hadist dhaif (lemah). Bahkan untuk hadist
yang sama, para ulama’ bisa jadi menempatkan hadist tersebut dalam golongan
yang berbeda. Selain itu, permasalahan hadist juga adalah adanya pertentangan
yang bertolak belakang; sesama hadist maupun dengan ayat Al-Qur’an. Sebagai contoh,
ada hadist-hadist yang mendukung pembukuan Al-Qur’an dan ada juga hadist-hadist
yang menolak pembukuan Al-Qur’an.
Pada masa kegelapan
Islam sangat mudah untuk membuat hadist palsu terutama karena tidak adanya
pengawasan dan juga karena adanya ustadz atau ulama’ yang ingin membuat
keuntungan pribadi. Jikalau kalian hafal runtutan perawi dan sanad dari sebuah
hadist, maka kalian bisa membuat hadist palsu dengan mudah. Maka dari itu yang
paling penting dalam membedakan itu hadist palsu atau bukan adalah dari isinya.
Dari hal ini, saya mengikuti ulama’ terdahulu yang berpendapat:
“Jika
suatu hadist tidak sesuai dengan Al-Qur’an, maka dia akan mati secara mat’n
(isi), walaupun ia hadist shahih sekalipun. Sebaliknya, jika hadist itu sesuai
dengan Al-Qur’an, maka dia akan menjadi lebih kuat, walaupun ia hadist dhaif
sekalipun.”
Sekiranya begitu saya
sampaikan, rangkaian penulisan catatan ini akan mengikuti dasar-dasar yang
telah saya sebutkan diatas. Semoga kita semua mendapat rahmat dan petunjuk dari
Allah.
0 comments:
Post a Comment