Disable Copying

Find it in Pantai Menganti!

A beach paradise full of unknown wonders :)

Waduk Mrica

Great photos, great pictures, great moments :)

@Banyumas

Look down there, there might be lives living in peace :)

Candi Prambanan

Indonesia's exclusive paradise for archeological adventures.

6th Sainsation

An exciting English Debate Competition in UNSOED Engineering Faculty!

Wednesday, April 8, 2015

Analisis Singkat Sejarah Peradaban Kerajaan Jawa

“Kemanusiaan dalam Kitab-Kitab Weda”
Oleh: Maulana Malik Fikri

Sumber Gambar: Google
Catatan sejarah tanah Jawa dapat ditelusuri melalui prasasti-prasasti yang tertinggal dalam berbagai batu, ditulis dalam bahasa sansekerta yang pernah meluas hingga peradaban India. Menurut buku Sejarah Raja-Raja Jawa karya Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, catatan yang paling tua memuat sejarah mengenai Kerajaan Mataram Kuno peninggalan raja Sanna pada Sanjaya.

Saat itu, wilayah Kerajaan Mataram Kuno dikenal sebagai Medang I Bhumi Mataram, dimana lokasinya masih dalam perdebatan (meskipun ada dugaan bahwa ibukotanya adalah wilayah Yogyakarta saat ini). Berdasarkan pada nama raja-raja, terdapat dua aliran besar yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno, yaitu dinasti Syailendra (Aceh) dan dinasti Sanjaya (Jawa). Namun, dalam prasasti lain disebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya telah terbentuk, dan bersaing dengan Kerajaan Mataram Kuno sejak lama. Alasan mengenai mengapa kedua pihak bertarung belum diketahui, namun kemungkinan besar adalah dendam pribadi antar raja.

Mungkin cara menentukan wilayah geografis dari setiap kerajaan adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan. Karena perubahan jaman serta akibat dari penjajahan banyak dari penyair jawa yang telah melupakan sejarah. Namun, masih terdapat sedikit cuplikan mengenai sistem pemerintahan, tata negara kerajaan, serta peristiwa-peristiwa besar yang tercatat. Seperti sekarang, pada jaman dahulu kepentingan kerajaan meliputi sektor politik, ekonomi, agama, kebudayaan dan militer.
Sumber Gambar: Google
Apa yang menjadi menarik dalam Kerajaan Mataram Kuno adalah pembangunan Candi Jinalaya (Borobudur). Terdapat hal besar dan penting sehingga candi tersebut harus dijaga. Pada masa itu, Rakai Garung telah menghadiahkan beberapa desa sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak) untuk ikut merawat Candi Jinalaya. Hingga saat ini, Candi Borobudur memang masih berdiri dan disebut sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Pasti ada jawaban mengenai rahasia dari Candi Borobudur itu sendiri, dan rahasia tersebut ada dalam sejarah, agama serta gambar hieroglyph yang terdapat di sekitar bangunan tersebut. Karena berbagai alasan, Tuhan telah menyelamatkan bangunan ini, yang pada dasarnya sangat rentan pada gempa maupun serangan musuh.

Selain itu, terdapat beberapa istilah dalam gelar raja-raja Jawa. Misalnya, gelar Maharaja adalah sebuah gelar yang diberikan pada seorang raja bawahan yang kemudian menjadi merdeka sebagai pemberian (bukan atas azas memerdekan diri atau memberontak). Dalam kisah Mahabharata, hal ini telah dilakukan Yudhistira untuk menghindari peperangan antar saudara dengan Duryudana, membelah Kerajaan Kuru menjadi dua.  Sedangkan gelar haji adalah sebuah gelar bagi raja bawahan. Dengan kata lain, sistem pemerintahan pada jaman Kerajaan Mataram Kuno ini seperti sebuah serikat, setiap raja memiliki wilayahnya masing-masing, namun masih harus patuh dan memberikan upeti kepada “raja besar”. Pemberian upeti (pajak) ini adalah sebagai bentuk terima kasih atas perlindungan serta kebaikan lainnya yang diberikan Raja pada haji.
Sumber Gambar: Google
Silsilah menurut buku Sejarah Raja-Raja Jawa juga cukup menarik. Berikut adalah silsilah yang disisipkan dalam buku tersebut:

Nabi Adam > Nabi Sis > Hyang Nur Cahya > Hyang Nur Rasa > Hyang Wening (Hyang Wenang) > Hyang Tunggal > Sang Hyang Guru > Sang Hyang Brama > Bramani > Tritrustha > Parikenan > Manumamasa > Satrukem > Sakri > Palasara > Abiyasa > Pandu Dewanata > Arjuna > Abimanyu > Parikesit > Yudayana > Gendrayana > Jayabaya > Jayamijaya > Jayamisena > Kusumawicitra > Citrasoma > Poncadriya > Anglingdriya > Suwelacala > Sri Mapunggung > Kandhilawan > Resi Ghatayu > Lembu Amiluhur > Raden Panji > Dalalean > Mundhingwangi > Sang Ra Pamekas > Jaka Susuruh > Prabu Anom > Adaningkung > Hayam Wuruk > Lembu Amisani > Bratanjung > Raden Alit > Brawijaya > Bondhan Kejawan (Lembu Peteng) > Getas Pandhawa > Ki Ageng Sela > Ki Ageng Enis > Pemanahan (Ki Ageng Mataram) > Raden Bagus (Danang Sutawijaya) > Adipati Anom Mataram > Raden Mas Rangsang (Sultan Agung) > Raden Mas Rasyidin (Sunan Amangkurat I).

Terdapat beberapa deret nama yang disinggung dalam silsilah ini, dimana kisah mereka telah disisipkan dalam berbagai kitab maupun prasasti. Kisah anak-anak Pandu misalnya, yang diabadikan dalam Mahabharata ternyata tercantum dalam salah satu silsilah nama raja-raja Jawa. Dengan kata lain, kemungkinan pada masa itu wilayah Kerajaan Kuru meliputi seluruh wilayah negara ASEAN serta India (sebelum adanya banjir besar yang membelah seluruh negara serta kepulauan Indonesia).

Hal ini karena pada dasarnya seluruh wilayah Asia Tenggara memiliki kesamaan, seperti budaya, bahasa, kepercayaan, serta tata krama. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kesamaan ini akan berubah karena berbagai faktor, antara lain adalah akibat penjajahan dan “isolasi”. Penjajahan jelas akan merubah cara hidup serta pola pikir bangsa yang dijajah. Sedangkan prinsip isolasi sangat mirip dengan prinsip evolusi pada pelajaran biologi. Jika sebuah spesies yang memiliki genus sama tinggal pada habitat yang berbeda, maka akan terjadi proses isolasi. Yaitu, mereka akan beradaptasi dengan habitatnya masing-masing, sehingga akan tercipta spesies baru dengan genus yang sama. Hal tersebut juga berlaku pada manusia. Yang terutama berubah setelah peristiwa “banjir besar” adalah peradaban manusia tersebut, meliputi kebudayaan, bahasa serta cara hidup.
Sumber Gambar: Google
Saya yakin banyak dari rakyat Indonesia belum mengenal tentang keberadaan Nabi Sis. Dikatakan bahwa ia adalah Nabi yang diutus ke Jawa, hingga kini makamnya pun masih ada. Informasi mengenai Nabi Sis memang sangat terbatas, namun makamnya masih terdapat di tanah Jawa. Saat itu berita mengenai hal ini pernah masuk media televisi, tepatnya lewat acara “Dua Dunia”, berada di daerah sekitar pegunungan. Sangat mungkin bahwa Nabi ini adalah orang pertama yang mengajarkan pada umat hal-hal mengenai ajaran agama (kitab Weda) serta ilmu Kejawen.

Mengenai apakah Nabi Sis adalah salah satu anak dari Nabi Adam, saya rasa hal itu tidak ada yang mengetahui. Yang jelas, bahwa Nabi Sis adalah salah satu keturunan dari Nabi Adam. Mengenai catatan tentang Nabi Sis pun masih sangat terbatas. Mungkin akan saya tulis dalam artikel lain.

Saya rasa kita dapat sepakat bahwa bahasa Sansekerta adalah bahasa tertua di wilayah tanah Jawa, dan mungkin di seluruh wilayah negara Asia Tenggara. Hal ini jelas tertulis dalam Kitab Mahabharata, Bhagavad Gita serta kitab-kitab lainnya yang pada dasarnya ditulis dalam bahasa Sansekerta. Saya rasa hingga pada masa Parikesit (cucu Arjuna) bahasa Sansekerta masih merupakan bahasa ibu yang unggul karena kitab Mahabharata dengan jelas menggambarkan keunggulannya sebagai bahasa ibu. Namun, terdapat perubahan pada masa raja Jayabaya, dimana ia menuliskan seluruh ilmunya dalam bahasa Jawa Kuno. Disini, saya rasa terjadi proses isolasi, yang mungkin terjadi akibat banjir besar pada masa pemerintahan Yudayana atau Gendrayana sehingga menciptakan sebuah aliran bahasa baru.
Sumber Gambar: Google
Masih belum diketahui secara pasti seberapa besar efek banjir tersebut, hingga menyebabkan perubahan bahasa. Seberapa besar wilayah kerajaan, apakah itu adalah saat dimana Sundaland berpisah dengan India, semua pertanyaan ini belum bisa dijawab. Namun, jelas terdapat alasan mengenai perubahan linguistik dalam suatu peradaban.

Alasan utama tentunya adalah karena ada masa “penurunan kualitas”, misalnya akibat perang maupun pemberontakan sehingga dalam beberapa hal menghambat kemajuan seni-budaya, bahasa serta teknologi. Dalam penggunaan bahasa, terutama Sansekerta serta Jawa Kuno, terdapat kastanya masing-masing. Ini disebut sebagai tata krama, ketika berhadapan dengan raja maka akan mengucapkan bahasa dengan santun, ketika menghaturkan hormat kepada orang yang lebih tua ataupun yang lebih berilmu maka menggunakan bahasa yang sopan, ketika berhadapan dengan teman sebaya akan berbicara dengan bahasa biasa maupun bahasa gaul. Namun, lain halnya ketika sang raja telah mangkat, atau tiada pengganti. Rantai bahasa di puncak akan terpotong. Kemudian, yang terjadi adalah putusnya strata tata krama bahasa, sehingga bahasa yang lebih populer (dalam hal ini bahasa Jawa biasa) menjadi bahasa ibu.

Secara simpel, bahasa tersebut dapat diklasifikasikan sebagai:
- Bahasa Raja-Raja (Puncak Bahasa)
- Bahasa Pada Golongan yang Lebih Tua atau Terhormat
- Bahasa Pada Sesama atau Pada yang Lebih Muda

Pada akhirnya, bahasa raja-raja akan terlupakan karena keberadaan sang raja sendiri menghilang, sehingga bahasa tersebut menjadi tidak populer dan kian menghilang dari peradaban. Namun, kebutuhan komunikasi tidak akan pernah hilang dari peradaban manusia. Karena itu, bahasa hanya akan berganti, namun tidak dapat dimusnahkan. 
Sumber Gambar: Google
Dari silsilah serta informasi mengenai Kerajaan Kuru, dapat dilihat adanya dua peradaban yang jelas berbeda dari peradaban Jayabaya. Bisa dibilang bahwa jaman mereka telah terpisah. Dari sini, dimulailah era Kerajaan Baru yang menguasai tanah Sundaland.

Dalam silsilah raja-raja Jawa yang saya selipkan diatas, tidak tercantum nama raja Sanna maupun raja Sanjaya. Saya rasa silsilah yang terdapat diatas hanya mencantumkan nama raja yang telah membuat masa “keemasan” kerajaan. Nama-nama mereka dikenang karena berbagai hal, misalnya karena kekuatan, kemakmuran, kemenangan atas musuh, serta hal lainnya. Dalam hal ini, pada masa pemerintahan raja Sanna dan Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno masih menerima berbagai serangan dari dalam maupun luar kerajaan, dan prestasi mereka sebagai raja belum sebanding dengan raja-raja sebelumnya.

Bahasa Jawa Kuno tetap menjadi bahasa ibu, sebelum adanya banjir besar yang kemudian memisahkan antara negara-negara ASEAN, juga antar kepulauan Indonesia (yang sangat mungkin beberapa diantaranya tenggelam dalam lautan). Disini, terdapat lebih banyak isolasi, sehingga menciptakan beragam penduduk yang memiliki kemiripan dari segi bahasa, seni budaya, teknologi dan kepercayaan, namun juga memiliki perbedaan yang mencolok. Misalnya, aksara bahasa Vietnam dan Thailand memiliki kemiripan dengan aksara Jawa, namun ketiga bahasa tersebut berbeda. Karena saat isolasi, masyarakat mengambil adaptasi (misalnya dari dialek, tata bahasa, dsb) yang berbeda sehingga bahasa yang sebenarnya berasal dari induk yang sama menjadi berbeda.

Dalam perjalanan sejarah  kerajaan, sudah menjadi adat kerajaan serta aturan kitab-kitab Weda bahwa anak sulung dari seorang raja adalah yang berhak atas tahta kerajaan. Namun, jika anak sulung tersebut wafat tanpa meninggalkan keturunan, maka adiknyalah yang akan dinobatkan menjadi raja. Jika sang raja tidak memiliki anak, atau sang anak telah mangkat dalam usia muda tanpa meninggalkan keturunan, maka permaisuri (istri raja) tertualah yang akan mengambil tahta kerajaan. Namun, tampuk kekuasaan dapat didelegasikan kepada sanak keluarga lain, seumpama keluarga kerajaan tidak ingin menjadi raja.
Sumber Gambar: Google
Dalam kitab-kitab sastra yang dianut masyarakat tersebut, tata krama serta peraturan agama berjalan selaras dengan perundangan kerajaan. Karena itu, adanya suatu kasta dalam masyarakat adalah sesuatu yang wajar, karena kasta tersebut bersifat universal. Kasta yang dimaksud adalah mengenai golongan masyarakat yang terbagi atas Sudra, Waisha, Ksatria dan Brahma. Namun, dalam pendidikan sejarah dunia modern, tidak disebutkan mengenai kasta lain, seperti Resi dan Dewa.

Berikut adalah makna kasta yang pasti anda jumpai bahkan dalam kehidupan modern saat ini:

 - Sudra: Orang yang tidak dibutuhkan dalam suatu golongan masyarakat, dalam jaman tersebut biasanya berupa budak maupun kuli bangunan, namun tidak terbatas pada dua opsi tersebut. Dalam jaman ini dapat dibilang sebagai pengamen ataupun “sampah masyarakat”.

- Waisha: Rakyat yang memiliki keahlian dan bermanfaat bagi negara, misalnya adalah petani, pedagang, dsb. Di jaman ini dapat meluas dari office boy hingga pegawai kantoran, bahkan PNS.

- Ksatria: Golongan yang biasanya mumpuni dalam ketatanegaraan. Tugasnya adalah mengantar kerajaan pada masa keemasan dan membawa rakyat pada kemakmuran sebagai wakil Tuhan di bumi (raja). Kesalahan pada pendidikan modern dengan menyatakan bahwa golongan ini hanya terdiri dari prajurit militer. Olah senjata memang salah satu kebutuhan dalam golongan ini, namun tidak melupakan akan aspek lain seperti ketatanegaraan dan pelajaran mengenai kitab sastra (kitab Weda). Bahkan dalam Mahabharata karya C. Rajagopalachari, tertulis bahwa golongan raja serta pangeran kerajaan masih merupakan golongan ksatria.

-Brahma: Brahma atau Brahmana adalah orang-orang yang berpendidikan, bijaksana, serta menguasai seluruh isi dari kitab-kitab Weda. Biasanya bertugas sebagai pemberi nasihat, atau sebagai perdana menteri kerajaan. 

- Resi: Seorang yang mengasingkan diri di hutan untuk bertapa (mensucikan diri). Dapat dilakukan untuk meminta berkah (kekuatan, dsb), namun lebih umum digunakan untuk mensucikan diri dari dosa yang telah diperbuat. Ketika uzur, biasanya golongan ksatria serta orang-orang yang menguasai kitab Weda memilih jalan ini untuk mensucikan diri.

Semenjak dahulu, kitab Weda telah menjadi sebuah pedoman bagi masyarakat dari berbagai dunia. Mungkin, berbagai aliran agama seperti Confucious dan Taoisme juga merupakan “anak” dari ajaran kitab Weda sendiri yang tersebar di tanah Cina. Persebaran agama ini, saya rasa, meluas hingga tanah Yunani. Meski belum pasti mengenai peradaban lainnya (Babilonia, Mesir Kuno, serta peradaban Mesopotamia) namun mungkin pelajaran mengenai kitab-kitab Weda telah dikenal di seluruh dunia, yang dapat dilihat dari legenda dan karya sastra berbagai bangsa. Seperti proses isolasi pada umumnya, persebaran tersebut akan berubah melalui adaptasi masyarakat. Tetapi, terdapat benang merah yang dapat menghubungkan mereka semua, dengan menganalisis legenda mengenai Dewa, Manusia, dan Raksasa.

Apa yang mungkin menjadi rahasia hingga saat ini, adalah pelajaran mengenai kitab-kitab Weda yang ada. Saat ini, tidak banyak orang yang bisa membaca bahasa Sansekerta, sehingga tidak sedikit yang menafsir arti dari penjelasan dalam kitab tersebut. Namun, bukti bahwa kitab-kitab Weda adalah salah satu kitab suci yang diturunkan Tuhan di bumi ini tidak terbantahkan.

Mengenai efek banjir yang terjadi dalam berbagai wilayah Asia Tenggara, saya rasa bisa dilakukan penelitian secara geologis. Masih terdapat beberapa kemungkinan, diantaranya adalah:

A.    Banjir yang dimaksud dalam kitab-kitab suci adalah, banjir yang terjadi akibat “penghangatan bumi”, karena terdapat berbagai bukti geologis bahwa wilayah Asia Tenggara (terutama Indonesia) pernah tertimpa jaman es sebanyak tiga kali. Pendinginan menyebabkan muka air laut turun, sehingga banyak tanah dapat terhubung. Namun, saat bumi mulai memanas (misalnya karena efek gunung api meletus) maka es akan mencair dan terjadi banjir.

B.     Banjir terjadi akibat penenggelaman tanah. Karena berbagai pergerakan tektonik di bumi, serta pergeseran lempeng maupun efek alam seperti letusan gunung atau gempa, terjadi kenaikan ataupun penurunan tanah. Jika tanah naik, biasanya akan menciptakan longsor yang menurunkan permukaan tanah di sekitarnya (meski kadang hal ini tidak selalu terjadi, perembesan tanah juga dapat terjadi karena faktor lain, misalnya akibat peradaban manusia). Hal ini menyebabkan permukaan air berada di atas darat (tenggelam). Contoh akan hal ini adalah kota Jakarta dan negara Jerman.

C.     Karena berbagai faktor, kedua pilihan diatas dapat terjadi di berbagai tempat di daerah Asia Tenggara (Sundaland), dapat terjadi bersamaan maupun tidak bersamaan.

Cara penulisan prasasti dalam batu juga merupakan kemajuan peradaban yang sebenarnya harus kita banggakan. Karena lewat prasasti-prasasti itulah, suatu kejadian menjadi fakta. Seperti surat untuk masa depan, seakan mereka ingin mengatakan bahwa mereka pernah hidup di bumi. Seharusnya, budaya ini kita lanjutkan pada generasi berikutnya, namun mungkin akan saya tulis dalam artikel lain.

Begitulah analisis sejarah tanah jawa pada masa kerajaan lampau, dimana pada saat itu ajaran kitab Weda benar-benar mendunia. Bisa dibilang, bahwa sebuah kepercayaan benar-benar mempengaruhi gaya hidup suatu peradaban. Namun, perlu disimak juga akan adanya berbagai aliran mengenai kitab Weda. Contohnya adalah aliran Buddha dan Hindu, kemudian aliran Buddha Siwa serta aliran lainnya. Hal ini merupakan sebuah bukti dimana agama yang satu dapat berubah menjadi aliran-aliran kecil lain, berdasarkan pemahaman serta penalaran seseorang.

Dari sini, saya harap kita bisa mendapatkan berbagai pengetahuan lebih, karena sejarah biasanya adalah sesuatu yang terlupakan, namun sebenarnya siklus yang terus menerus berulang. Terdapat berbagai rahasia yang tersimpan dalam sejarah, namun apapun yang tersisa dalam jaman ini, pasti memiliki makna agar kita semua mempelajari hal itu.